Jumat, 16 September 2022

MAKALAH POSITIVISME (FILSAFAT BERBASIS POSITIF)

 

MAKALAH

POSITIVISME

(FILSAFAT BERBASIS POSITIF)

 

Di susun untuk memenuhi Mata kuliah Filsafat Umum

  

Oleh:

RISMA

NIM.202031358

 

Dosen pengampu:

Sulfan, S.Fil.I. M.Ag

NIDN.2117059301

 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)

AL FURQAN MAKASSAR

2022




KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata kuliah Filsafat Umum.

Makalah yang berjudul “POSITIVISME FILSAFAT BERBASIS POSITIF” Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah,kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan gambaran atau pun menjadi referensi kita dalam  mempelajari bagaimana itu filsafat Positivisme yang berbasis positif,siapa yang menjadi tokoh-tokoh filsafat positivisme dan ciri-ciri filsafat positivisme. Pada makalah ini Penulis banyak mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak.

Terima kasih saya ucapkan atas semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini, Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala urusan kita.

 

 

Makassar,10 Februari 2022

 

                                      Risma

 

 

 

 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1     

A.      Latar Belakang................................................................................... 1

B.      Rumusan Masalah............................................................................... 1

C.     Tujuan Penulisan................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 2

A.    Biografi Auguste Comte (1798-1857)................................................. 2

B.     Konsep Dasar Filsafat Positivisme...................................................... 4

C.     Tokoh-Tokoh Filsafat  Positivisme ....................................................  6

D.    Ciri-Ciri Filsafat Positivisme............................................................... 7

E.     Kelebihan dan Kekurangan Filsafat Positivisme................................. 11

BAB III PENUTUP........................................................................................ 13

A.     Kesimpulan.......................................................................................... 13

B.      Saran.................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 14

 

 

                                             

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah

Filsafat positivisme berbasis pada sesuatu yang real, nyata, konkret, kasat mata, bukan mendasarkan pada sistem metafisik. Filsafat positivisme tidak hendak menjelaskan esensi, sebab esensi adalah sesuatu yang abstrak. Esensi bisa berkait dengan nilai maupun penafsiran, sesuatu yang tidak kasat mata. Oleh karenanya positivisme tidak menjelaskan esensi. Filsafat positivisme sekali lagi  hanya mendasarkan pada kenyataan dan hanya menggunakan metode ilmiah.

 Jadi, Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik.Positivisme tidak mengenal adanya spekulasi, semua harus didasarkan pada data empiris.Positivisme dianggap bisa memberikan sebuah kunci pencapaian hidup manusia dan ia dikatakan merupakan satu-satunya formasi sosial yang benar-benar bisa dipercaya kehandalan dan danakurasinya dalam kehidupan dan keberadaan masyarakat.

B.     Rumusan Masalah

1.         Siapakah Auguste Comte seorang filsuf dari filsafat positivisme?

2.         Bagaimana konsep filsafat positivisme?

3.         Bagaimana ciri-ciri filsafat positivisme?

4.         Apa saja hukum tiga dasar yang menjadi ciri khas filsafat postivisme?

5.         Kelebihan dan kekurangan filsafat positivisme?

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.       Biografi Auguste Comte (1798-1857)

Bapak positivisme, Auguste Comte memiliki nama panjang Isidore Auguste Marie Francois Xavier Comte. Ia lahir di Montpellier Prancis pada tanggal 19 Januari 1798 dari keluarga bangsawan katolik. Namun, ia tidak mengikuti kepercayaan keluarganya yaitu agama katolik sejak usia muda, ia mendeklarasikan dirinya seorang atheis. Comte kecil mengenyam pendidikan lokal di Montpellier dan mendalami matematika. Pada usia ke 25 tahun ia hijrah ke Paris dan belajar di Echole Polytechnique dalam bidang psikologi dan kedokteran.3 Selain itu, di Paris ia juga mempelajari pikiran-pikiran kaum ideolog.[1]

 Comte adalah mahasiswa yang brillian, namun ia tidak berhasil menamatkan studi di perguruan tinggi. Ia adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak. Ia dikeluarkan karena gagasan politik dan pemberontakan dengan teman sekelasnya. Selain dikenal dengan sifat pemberontak dan keras kepala, Comte juga dikenal sebagai mahasiswa yang berfikiran bebas dan memiliki kemauan keras untuk tidak ingin berada di bawah posisi orang lain yang kemungkinan besar akan mengaturnya. Comte hidup pada masa Revolusi Perancis, rezim Napoleon, pergantian monarki dan periode republik dimana pergolakan sosial-politik terjadi cukup hebat. Hal tersebut yang melatar belakangi pemikiran Comte. Walau mengalami masa yang sulit ia tetap bekerja keras diantaranya dengan memberi les matematika dan aktif menulis. Dari sinilahlah, karir profesional Comte dimulai.[2]

 Pada tahun 1817, Comte menjadi sekretaris Simon sekaligus menjadi anak angkatnya.[3] Pertemuan dengan Simon banyak mempengaruhi perkembangan intelektual Comte bahkan membuatnya yang semula berlatar belakang eksakta “hijrah” dan mulai mengkaji bidang-bidang sosial. Perpindahannya ke dalam kajian bidang sosial pada dasarnya bukan semata-mata terjadi karena bertemu Simon, namun sudah menjadi bagian dari kegundahannya sejak di bangku perkuliahan dan semakin berkembang saat bertemu dengan Simon. Dalam kajian ilmu sosial comte sependapat dengan pendapat Simon bahwa perkembangan manusia bisa dilakukan dengan perkembangan ilmu pengatahuan baru tentang perilaku manusia dan masyarakatnya.[4] Dari sinilah Comte mulai mengajar filsafat positifistik di luar pendidikan resmi dan mendirikan masyarakat positivistik.

Delapan tahun sejak pertemuan dan pengabdiannya dengan Simon tepatnya pada tahun 1824, Comte memutuskan untuk tidak lagi mengikutinya. Hal tersebut didasarkan karena Simon menghapuskan namanya dari salah satu karya sumbangannya. Sejak saat itu Comte memulai menjalani kehidupan intelktualnya sendiri menjadi dosen penguji, pembimbing dan mengajar mahasiswa secara privat. Pada tahun 1852, Comte menyatakan bahwa ia tak lagi memiliki hutang apapun terhadap Saint Simon. Kehidupan Comte tidak berjalan mulus, selain penghasilan yang diperoleh tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya karya yang disusunnya juga terbengkalai. Comte mengalami tekanan psikoogi yang hebat, bahkan menurut Ope dalam “Tradisi Aliran dalam Sosiologi” menceritakan bahwa tidak jarang perdebatan yang dilalui oleh comte berakhir dengan perkelahian. Tekanan demi tekanan membuat Comte semakin terpuruk, bahkan sampai membuatnya dirinya nekat dan menceburkan diri ke sungai. Di tengah keterpurukannya datanglah Caroline Massin, seorang pekerja seks yang tampa pamrih merawat comte. Dalam merawat Comte, Caroline tidak hanya terbebani secara materil namun Comte juga tak kunjung berubah hingga akhirnya ia meninggalkannya dan Comte kembali pada kegilaannya. Di akhir usianya Comte mengalami ganguan jiwa dan wafat di Paris pada 1857.[5]

B.       Konsep Dasar Filsafat Positivisme

Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif disini sama artinya dengan faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme ,pengetahuan kita tidak pernah boleh melebihi fakta-fakta. Dengan demikian,maka ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan. Oleh karena itu, filsafat pun harus meneladani contoh tersebut. Maka dari itu,positivisme menolak cabang filsafat metafisika. Menanyakan “hakikat“ benda-benda atau “penyebab yang sebenarnya”,termasuk juga filsafat, hanya menyelidiki fakta-fakta hubungan yang terdapat antara fakta-fakta.[6]

Positivisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak spekulasi dari suatu filosofis atau metafisik. Dapat pula dikatakan positivisme ialah “aliran yang berpendirian bahwa filsafat itu hendaknya semata-mata mengenai dan berpangkal pada peristiwa-peristiwa positif”.[7]

Positivisme tidak mengenal adanya spekulasi, semua harus didasarkan pada data empiris. Karena aliran ini lahir sebagai penyeimbang pertentangan yang terjadi antara aliran empirisme dan aliran rasionalisme. Aliran positivisme ini lahir berusaha menyempurnakan aliran empirisme dan rasionalisme, dengan cara memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran.

Comte sering disebut Bapak Positivisme karena aliran filsafat yang di dirikannya tersebut. Positivisme adalah nyata, bukan khayalan. Ia menolak metafisika dan teologik. Jadi menurutnya ilmu pengetahuan harus nyata dan bermanfaat serta diarahkan untuk mencapai kemajuan. Positivisme merupakan suatu paham yang berkembang dengan sangat cepat, ia tidak hanya menjadi sekedar aliran filsafat tapi juga telah menjadi agama humanis modern.Positivisme telah menjadi agama dogmatis karena ia telah melembagakan pandangan dunianya menjadi doktrin bagi ilmu pengetahuan. Pandangan dunia yang dianut oleh positivisme adalah pandangan dunia objektivistik.

Istilah positivisme sangat berkaitan erat dengan istilah naturalisme dan dapat dirunut asalnya ke pemikiran Auguste Comte pada abad ke-19. Comte berpendapat, positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains.Tokoh aliran ini adalah August Comte (1798-1857). Pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan empirisme dan rasionalisme. Dengan kata lain, ia menyempurnakan metode ilmiah (scientific method) dengan memasukkan perlunyaeksperimen dan ukuran-ukuran. Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empiris yang terukur .Terukur inilah sumbangan penting positivisme.

Auguste Comte dilahirkan pada tahun 1798 di kota Monpellir Perancis Selatan. Ayah dan ibunya menjadi pegawai kerajaan dan merupakan penganut agama Katolik yang cukup tekun. Ia menikah dengan seorang pelacur bernama Caroline Massin yang kemudian dia menyesali perkawinan itu. Dia pernah mengatakan bahwa perkawinan itu adalah satu-satunya kesalahan terbesar dalam hidupnya. Dari kecil pemikiran-pemikiran Comte sudah mulai kelihatan,kemudian setelah ia menyelesaikan sekolahnya pada jurusan politeknik di Paris 1814-1816, dia diangkat menjadi sekretaris oleh Saint Simon yaitu seorang pemikir yang dalam merespon dampak negatif renaissance menolak untuk kembali pada abad pertengahan akan tetapi harus direspon dengan menggunakan basis intelektual baru, yaitu dengan berfikir empirik dalam mengkaji persoalan-persoalan realitas sosial. Pergulatan intelektual dengan Saint Simon inilah yang kemudian membuat pola fikir Comte berkembang. Karena ketidak cocokan Comte dengan Saint Simon akhirnya ia memisahkan diri dan kemudian Comte menulis sebuah buku yang berjudul System of Positive Politics, Sistem Politik Positif tahun 1824. Berawal dari pemikiran Plato dan Aristoteles, Comte mencoba menggabungkannya menjadi positivistik.[8]

Selain Auguste Comte(1798-1857),Beberapa tokoh filsafat postivisme yaitu, Jhon S.Mill (1806-1873) dan Herbert Spencer (1820-1903).[9] Jhon Stuart Mill Adalah seorang filsuf Inggris, ekonom politik dan pegawai negeri sipil. Dia adalah seorang kontributor berpengaruh untuk teori sosial, teori politik dan ekonomi politik. Ia menggunakan sistem positivisme pada ilmu jiwa, logika, dan kesusilaan. Herbert Spencer(1820-1903) adalah seorang filsuf inggris pemikir teori liberal klasik terkemuka. Dia berkontribusi terhadap berbagai macam subyek termasuk etnis,agama,politik,retorik,biologi dan psikologi.

 

C.       Ciri-Ciri Filsafat Positivisme

Adapun ciri-ciri nya antara lain sebagai berikut:

1.        Objektif/bebas nilai. Dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai mengharuskan subjek peneliti mengambil jarak dari realitas dengan bersikap bebas nilai. Hanya melalui fakta-faktayang teramati dan terukur, maka pengetahuan kita tersusun dan menjadi cermin dari realitas (korespondensi).

2.        Fenomenalisme, tesis bahwa realitas terdiri dari impresi-impresi. Ilmu pengetahuan hanya berbicara tentang realitas berupa impresi-impresi tersebut. Substansi metafisis yangdiandaikan berada di belakang gejala-gejala penampakan ditolak (antimetafisika).

3.        Nominalisme, bagi positivisme hanya konsep yang mewakili realitas partikularlah yang nyata.

4.        Reduksionisme, realitas direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat diamati.

5.        Naturalisme, tesis tentang keteraturan peristiwa-peristiwa dialam semesta yang meniadakan penjelasan supranatural (adikodrati). Alam semesta memiliki strukturnya sendiri dan mengasalkan strukturnya sendiri.

6.        Mekanisme, tesis bahwa semua gejala dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip yang dapat digunakan untuk menjelaskan mesin-mesin (sistem-sistem mekanis). Alam semesta diibaratkan sebagai giant clock work .[10]

 

D.    Hukum Tiga Tahap (law of three stages)

Hukum tiga tahap merupakan ciri khas filsafat positivisme Auguste Comte, karena keselurahan pemahannya tercermin dalam hukum tersebut. Dalam karya utamanya dengan judul “Cours de Philosophie Positive” yang ditulis pada tahun 1830-1842 yang terdiri dari enam jilid. Menurut Acton yang dikutip Koento Wibisono dalam bukunya bahwa hukum tiga tahap ini, Comte menjadikannya dasar dan titik tolak dalam menerangkan ajaran filsafat positivismenya berkenaan dengan sejarah, ilmu pengetahuan, masyarakat dan agama.[11] Ditambahkan oleh F. Budi Hardiman dalam bukunya yang berjudul “Filsafat Modern dari Machiavelli sampai Niettzsche” bahwa menurut Comte perkembangan ilmu pengetahuan tidak dapat terlepas dari perkembangan manusia dan pemikirannya selama berabad-abad.[12] Hukum tiga tahap yang diparkan Auguste Comte membagi tahap perkembangan pemikiran manusia dari masa ke masa menjadi tiga tahap, yaitu; tahap teologis, tahap metafisis dan tahap positif. Ketiga tahap ini dipahami Comte sebagai satu kesatuan tahap perkembangan pola pokir manusia sebagaimana perkembangan tahap kehidupan umat manusia dari masa kanak-kanak menjadi masa remaja kemudian menjadi masa dewasa.

Berikut uraian perkembangan hukum tiga tahap comte yaitu:

1.         Tahap Teologis atau Fiktif (the theological or fictitious)

Tahap ini merupakan awal perkembangan jiwa manusia. Gejala-gejala atau fenomena yang menarik sealu dikaitkan dengan konteknya. Dalam frase ini manusia selalu mempertanyakan hal hal yang paling sukar dan menurut pendapatnya bahwa hal yang sukarpun harus diketahui dan dikenanlnya. Comte menyatakan bahwa tahapan ini tidak terjadi begitu saja, namun ada sebab musababnya. Berikut tahapan pada frase ini;

Fetisysme (fetishism), adalah suatu bentuk kehidupan masyarakat yang beranggapan bahwa segala sesuatau yang berada di sekitar mansuia memiliki kehidupan sendiri yang berbeda dengan kehidupan manusia. Anggapan ini berkembang bahkan segala sesuatu yang berada di sekitar manusia berpengaruh terhadap kehidupan manusia, sehingga mau tidak mau manusia harus menyesuakan diri dengan sesuatu tersebut. Sesuatu itu meliputi benda-benda alam (gunung, pohon, sungai) dan benda benda yang diciptakan sendiri oleh manusia.[13] Diperkirakan masa ini adalah masa yang paling lama yang terjadi sebelum tahun 1300-an. Bentuk pemikiran seperti ini dalam pandangan kepercayaan disebut juga sebagai animisme.

Politeisme (polytheism), pemahaman ini lebih berkembang dari pada fetisysme. Yaitu bahwa segala sesuatu tidak lagi benda benda disekeliling manusia, namun adanya kekuatan yang mnegatur itu dan berada di sekeliling manusia. Hal tersebut mewajibkan segala tingkah laku/perbuatan serat pikiran manusia harus mengikuti aturan dari kekuatan tersebut. Dalam hal inilah kepercayaan terbangun bahwa segala sesuatau ada dewanya. Sehingga manusia harus tunduk dan takluk pada dewa-dewa tersebut dan mengadakan upacara ritual untuk menghormatinya.

Monotheisme (monotheism), merupakan pemahaman masyarakat segala seuatu tidak lagi diatur oleh dewa yang menguasai benda-benda ata gejala-gejala alam. Mereka percaya akan adanya yang mengatur segala benda dan fenomena yang terjadi, kekuatan itu berasal dari suatu kekuatan yang mutlak yaitu tuhan Yang Maha Esa. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini atas sebabnya, sehingg tingkah laku manusia dan segala fikirannya diorentasikan untuk tuhan yang menjadi dogma dogma ajaran agama untuk manusia.[14]

2.         Tahap Metafisis (the metaphysical or abstract)

Berakhirnya masa monotheis merupakan awal dari tahap Metafisis. Manusia mulai merubah pola pikir guna menemukan jawaban jaban atas pertanyaan berkaitan dengan gejala alam yang terjadi. Manusia mulai meninggalkan dogma-dogma agama dan beralih dari adanya adikodrati (kuasa tunggal) dalam hal ini adalah tuhan menjadi adanya kemampuan yang abstrak. Dalam hal ini Comte menerangkan bahwa masa ini adalah masa peralihan atau transisi dari masa kanak-kanak menjadi masa dewasa. Karena ketidakpercayaan manusia akan adanya adikodrati akhir mereka mau tidak mau menggunakan akal budi sebagai sumber mancari kebenaran. Pada masa ini manusia sudah bsa mendeskripsikan secara filosofis (jiwa, ekstensi) berdasarakan kepercayaaan serta hukum alam. Menurut Comte terjadinya frase ini karena dominasi sosial para ahli hukum yang menarik doktrin-doktrin sosial dan politik dari pemahaman ilmu alam. Masas ini diperkirakan terjadi antara tahun 1300 hingga 1800 M.[15]

3.         Tahap Positif (the positive or scientific)

Pada masa ini manusia lebih berkembang dari masa sebelumnya. Jika pada masa metafisik manusia merasa cukup dengan pengetahuna yang abstrak, pada masa ini yang dibutuhkan adalah pengetahuan yang ril. Pengatahuan yang dicapai harus melalui pengamatan, percobaan dana perbandingan di atas hukum hukum yang umum (abstrak). Pengetahuan yang dicapai tidak lagi abstrak, akan tetapi jelas, pasti dan bermanfaat. Masa ini adalaha masa yang berusaha comte wujudkan, diamna kehidupana masyarakat akan diatur oleh cendikiawan dan industrialis dengn dasar rasa perikemanusiaan. Apabila dalam keteologi keluarga adalah dasar dan dalam metafisik negara merupakan dasar maka dalam tahap positif ini seluruh umat manusia merupakan dasar itu sendiri.Tahap ini adalah tahap indusrialis yang terjadi pada setelah tahun 1800.[16]

Pandangan Auguste Comte mengenai hukum tiga tahap ini tidak terlepas dengan situasi di Prancis saat yang dilanda kekacauan sosial, pemberontakan rakyat, peromabakan kekuasaan politik yang disebabkan revolusi yang memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan masyarakat. Semula Comte berharap bahwa revolusi memberi perbaikan terhadapa masalah maslaah yang ada justru malah merusak tatanan sosial dantidak seperti yang ia cita-citakan. Dengan beberapa latar belakang tersebut, Comte dengan filsafat positivismenya berharap dapat mengantarkan masyarakat ke depan pada kemajuan. Semboyan yang ia gunakan untuk mewujudkan hal itu adalah “savoir pour prevoir” (mengetahui untuk meramalkan). Dari moto tersebut dapat dipahami bahwa nilai yang terkandung dalam hkum tiga tahap comte secara terseirat bersifat “positif’ dalam arti ‘kemajuan”. Comte ingin mewujudkan masyarakat yang positif yaitu masayarakat yang baik. Masyarakat tersebut dipimpin oleh kaum elit cendikiawan dan industrialis dengan sikap rasional dan ilmiyah dengan dasar cinta kasih untuk untuk mengatur kehidupan masyarakat.[17]

 

E.       Kelebihan dan Kekurangan Filsafat Positivisme

Positivisme mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, yaitu:

1.         Kelebihan Positivisme

a.         Positivisme lahir dari faham empirisme dan rasional, sehingga kadar dari faham ini jauh lebih tinggi dari pada kedua faham tersebut.

b.        Hasil dari rangkaian tahapan yang ada didalamnya, maka akan menghasilkan suatu pengetahuan yang mana manusia akan mempu menjelaskan realitas kehidupan tidaksecara spekulatif,arbitrary, melainkan konkrit, pasti dan bisa jadi mutlak, teratur danvalid.

c.         Dengan kemajuan dan dengan semangat optimisme, orang akan didorong untuk bertindak aktif dan kreatif, dalam artian tidak hanya terbatas menghimpun fakta, tetapi juga meramalkan masa depannya.

d.        Positivisme telah mampu mendorong lajunya kemajuan disektor fisik dan teknologi.

e.         Positivisme sangat menekankan aspek rasionali-ilmiah, baik pada epistemology ataupun keyakinan ontologik yang dipergunakan sebagai dasar pemikirannya.

2.      Kelemahan Positivisme

a.         Analisis biologik yang ditransformasikan ke dalam analisis sosial dinilai sebagai akar terpuruknya nilai-nilai spiritual dan bahkan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini dikarenakan manusia tereduksi ke dalam pengertian fisik-biologik.

b.        Akibat dari ketidakpercayaannya terhadap sesuatu yang tidak dapat diuji kebenarannya, maka faham ini akan mengakibatkan banyaknya manusia yang nantinya tidak percaya kepada Tuhan, Malaikat, Setan, surga dan neraka. Padahal yang demikian itu didalam ajaran Agama adalah benar kebenarannya dan keberadaannya. Hal ini ditandai pada saat paham positivistik berkembang pada abad ke 19, jumlah orang yang tidak percaya kepada agama semakin meningkat.

c.         Manusia akan kehilangan makna, seni atau keindahan, sehingga manusia tidak dapat merasa bahagia dan kesenangan itu tidak ada. Karena dalam positivistic semua hal itu dinafikan.

d.        Hanya berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris sehingga tidak dapat menemukan pengetahuan yang valid.

e.         Positivisme pada kenyataannya menitik beratkan pada sesuatu yang nampak yang dapat dijadikan obyek kajiaannya, di mana hal tersebut adalah bergantung kepada panca indera. Padahal perlu diketahui bahwa panca indera manusia adalah terbatas dan tidak sempurna. Sehingga kajiannya terbatas pada hal-hal yang nampak saja, padahal banyak hal yang tidak nampak dapat dijadikan bahan kajian.

f.          Hukum tiga tahap yang diperkenalkan Comte mengesankan dia sebagai teorisi yang optimis, tetapi juga terkesan lincar seakan setiap tahapan sejarah evolusi merupakan batu pijakan untuk mencapai tahapan berikutnya, untuk kemudian bermuara pada puncak yang digambarkan sebagai masyarakat positivistic

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan

 

Auguste Comte membawa perubahan besar dalam dunia pemikiran dan mendobrak paham metafisik yang menjadmur pada abad pertengahaan dengan filsafat positifisme. Positif yang menurut comte adalah hal-hal yang bersifat nyata, pasti, tepat, berguna dan memiliki kebenaran yang mutlak. Artinya kebenaran harus bersifat positif bukan abstrak dan dapat diamati, diukur dan diprediksi sebagaimana moto Comte savoir pour prevoir” (mengetahui untuk meramalkan). Dalam filsafat Positifisme comte juag memaparkan tiga tahap perkembangan pemikiran manusia yaitu teologis/fiktif, metafisis dan positif.

 

B.       Saran

Jadikanlah makalah ini sebagai media untuk memahami diantara sumber aliran filsafat modern yang biasa memberikan kekuasaan bagi adanya bahan-bahan yang bersifat pengalaman, jadikanlah makalah ini sebagai pedoman yang bersifat untuk menambah wawasan pengetahuan, jadikan acuan pemahaman yang lebih dalam sebagai wadah untuk menampung ilmu. Kami juga mengakui banyak kesalahan terhadap penulisan makalah ini maka dari itu kritik dan saran sangat diperlukan untuk perbaikan dan pengembangan makalah ini.

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Hardiman, F Budi. Filsafat Modern Dari Machievelli Sampai Niestzsche. Jakarta: PT Garmedia Pustaka Utama. 2004.

Upe, Ambo. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi dari Filosofi Posivistik ke Post positivistik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2010.

Praja, Juhaya S. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.  Ed. 1. cet. Ke-2. Jakarta: Kencana. 2005.

Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu Filsafat dan Agama. Surabaya: Bina Ilmu. 1987.

Achmadi, Asmoro. Filsafat Umum. Depok:PT Raja Grafindo Persada. 2017.

Koento, Wibisono. Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 1983.


[1]F. Budi Hardiman, Filsafat Modern Dari Machievelli Sampai Niestzsche, (Jakarta: PT Garmedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 179.

[2]Ambo Upe, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi dari Filosofi Posivistik ke Post positivistik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 70.

[3]Ibid,hlm 71

[4]F.Budi Hardiman, Filsafat Modern Dari Machievelli Sampai Niestzsche, (Jakarta: PT Garmedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 197.

[5]Ambo Upe, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi dari Filosofi Posivistik ke Post positivistik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 72.

[6]Prof. Dr. Juhaya S Praja. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, ( Ed. 1. cet. Ke-2. Jakarta: Kencana, 2005).

[7]Endang Saifuddin Anshari,  Ilmu Filsafat dan Agama, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), hlm. 99.

[8]Edi purwanto. Menyelami Dunia Positivisme. (https://jendelapemikiran Wordpress.com /2008/05/14Menyelami-Dunia-Positivisme-Mencari-Dunia-Positifisme/)diakses pada tanggal 11 maret 2022 pukul 04:02.

[9]Asmoro Achmadi,Filsafat Umum(Depok:PT RajaGrafindo Persada,2017), hlm. 121.

[10]Syaebani.Filsafat Positivisme dan Ciri-cirinya (syaebani.blogspot.com). diakses pada 02 maret 2022 pukul 22:03.

[11]Wibisono Koento, Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1983), hlm. 10.

[12]F. Budi Hardiman, Filsafat Modern Dari Machievelli Sampai Niestzsche, (Jakarta: PT Garmedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 206.

[13]Wibisono Koento. Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1983), hlm. 12.

 

[14]ibid

[15]Ambo Upe, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi dari Filosofi Posivistik ke Post positivistik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 78.

[16]ibid

[17]F. Budi Hardiman, Melampaui Positivisme dan Modernitas, ( Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2003), hlm. 23.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

apa sih itu insecure ?

  Insecure     Apa sih itu Insecure?       kalian pasti sering mendengar kata insecure kan? tak jarang para pengguna media sosial menyebut-...